Lelaki Paling Patah Hati

Aminuddin, Lelaki Paling Patah Hati

Lelaki paling patah hati. Dari sebuah kota bernama Sipirok,  cinta Aminuddin dan Mariamin bermula.  Semenjak kanak-kanak mereka sudah terbiasa berkawan. Seiring berjalannya waktu, kebersamaan itu berubah menjadi cinta.

Pada suatu hari di kala petang menjelang, Aminuddin berpamitan kepada Mariamin. Ia hendak bekerja ke Deli, Medan. Tekadnya hanya satu, jika nanti ia berhasil menjadi orang yang makan gaji –bergaji–, ia akan membawa Mariamin untuk tinggal bersamanya.

Disaksikan malam yang gelap, ditemani gemericik air sungai yang mengalir pelan, Aminuddin dan Mariamin pun mengikat janji. Mereka akan saling setia, mereka akan saling menunggu.

“Jangan berdukacita engkau Riam; ingatlah saya pergi bukan meninggalkan kau, tetapi mendapatkan kau.”

Lelaki Makan Gaji

Hidup jauh dari Mariamin adalah sebuah siksaan bagi Aminuddin. Tapi bagaimana pun beratnya, ia tetap teguh berjuang. Ia terus menguat-nguatkan hati bahwa perpisahannya dengan Mariamin hanyalah untuk sementara.

Surat-surat balasan Mariamin adalah pelipur lara baginya. Bahagia hatinya tak terbendung tatkala membaca barisan kata yang dituliskan oleh Mariamin. Perempuan baik budi itu selalu mampu membuatnya rindu.

Setelah berbulan-bulan lamanya, Aminuddin berhasil menjadi lelaki makan
gaji. Sudah sampailah ia pada masa untuk memenuhi janji pada Mariamin. Ya,
Aminuddin sudah siap untuk menjadikan Mariamin sebagai teman hidupnya.

Cinta yang Menjadi Kurban Adat

Aminuddin berkirim surat kepada Mariamin dan Ayahnya. Kepada Mariamin, Aminuddin meminta agar mulai bersiap-siap untuk pergi ke Deli menyusul dirinya. Kepada Ayahnya, Aminuddin meminta izin untuk menikahi Mariamin. Karena itu, Aminuddin dengan amat sangat meminta kesedian Ayahnya untuk menjemput Mariamin dan mengantarkannya ke Deli.

Ibu Aminuddin bersuka cita atas permintaan Aminuddin. Sebab Mariamin masihlah sanak saudaranya. Tapi tidak dengan Ayah Aminuddin. Ia yang seorang kepala kampung tiada sudi bila Aminuddin menikahi Mariamin yang tak berpunya. Sungguh itu tak patut menurut adat yang berlaku.

Baca juga:  Yuyu Kangkang, Kepiting Air Tawar dari Folklor Ande-Ande Lumut

Diputuskanlah bahwa persoalan Aminuddin dan Mariamin akan diserahkan kepada dukun. Jika dukun berkata Aminuddin dan Mariamin baik untuk bersama maka akan direlakan bagi keduanya untuk menikah. Tapi jika tidak, maka keduanya tak akan diizinkan untuk menikah.

Lelaki Paling Patah Hati

Sampailah Aminuddin pada waktu yang telah ditunggu-tunggu. Dipakainya baju terbaik yang dimilikinya. Dan pergilah ia ke stasiun untuk menjemput Ayahnya dan Mariamin. Sepanjang perjalanan hatinya terus berdegub kencang. Berat sudah rindu yang ia pendam.

Hati Aminuddin tiada henti dari gemuruh. Kereta yang membawa Ayahnya dan Mariamin tak kunjung tiba. Tiada sabar lagi, Aminuddin ingin sekali melihat wajah Mariamin yang dipenuhi senyuman.

Kereta pun datang. Dilihatnya Ayahnya turun dari kereta disusul oleh seorang perempuan muda. Tubuh Aminuddin bergetar seketika. Hatinya remuk redam sudah. Sebab perempuan itu bukanlah Mariamin yang ia cinta.

Permohonan Ampun

Apa hendak dikata. Suratan takdir telah membawa kisah cinta Aminuddin dan Mariamin ke arah yang berbeda. Meski terus menolak, Aminuddin akhirnya menyerah juga. Tak patutlah bagi seorang anak berlaku durhaka kepada orang tua. Tuhan sangat melarangnya. Ia pun tak bisa mempermalukan Ayahnya. Apa kata orang jika Ayahnya membawa pulang kembali perempuan muda yang telah dibawanya.

Aminuddin menuliskan surat untuk Mariamin dengan air mata yang tak terbendung. Tak kuasa hatinya membayangkan beratnya luka yang akan Mariamin tanggung saat mengetahui apa yang terjadi. Tapi apalah hendak dikata, tiada yang bisa ia lakukan selain memohon ampun yang sebesar-besarnya. Sebab ia tak lagi bisa memenuhi janji yang sudah dibuatnya.

Percayalah bahwa kakanda takkan melupakan adinda, selama ada hayat di kandung badan, Orang lain, istriku yang sekarang pun, tiadalah dapat kukasihi dengan sepenuh-penuh hatiku, karena ruangan kalbuku telah penuh olehmu.

Aminuddin dan Mariamian yang Selalu Terkenang

Aminuddin dan Mariamin adalah tokoh fiksi dalam novel berjudul Azab dan Sengsara karya Merari Siregar. Pertama kali dicetak pada tahun 1920. Merari Siregar sendiri adalah salah satu sastrawan Indonesia angkatan Balai Pustaka. Novel Azab dan Sengsara dianggap sebagai novel modern pertama dalam Bahasa Indonesia.

Baca juga:  7 Jenis Kucing Besar, Para Predator Utama di Banyak Habitat

Merari Siregar lahir di Sipirok, Sumatera Utara pada 13 Juli 1896. Wafat di Kalianget, Madura, Jawa Timur pada 23 April 1941. Info terakhir ini cukup mengejutkan saya, sebab saya baru mengetahuinya setelah mencaritahu profil dari Merari Siregar melalui google.

Saya adalah putri asli Madura. Dan saya telah membaca novel Azab dan Sengsara ketika saya di bangku sekolah dasar. Waktu itu saya memang tak bisa memahami secara mendalam apa yang telah menimpa Aminuddin dan Mariamin. Tapi kisah mereka sangat melekat di ingatan saya. Maka bolehlah kiranya saya katakan bahwa Aminuddin, Mariamin, dan Merari Siregar punya ikatan khusus dengan saya.

Demikianlah tulisan ini saya akhiri. Baca juga suara hati Mariamian, Perempuan Paling Terluka.

Bagikan

2 comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *