Fabel Anak

Piko, Kelinci yang Pemberani

Fabel Anak: Piko, Kelinci yang Pemberani. Dari atas bukit di belakang rumahnya Piko menatap Istana Kerajaan Kelinci. Ia selalu  berharap suatu hari nanti ia bisa tinggal di sana. Menjadi prajurit yang hebat yang akan melindungi Kerajaan Kelinci dan seluruh rakyatnya.

“Pikooo…,” Beki kakak perempuannya yang paling tua memanggilnya.

Piko segera menghentikan lamunannya. Ia melompat-lompat dengan cepat memasuki rumahnya.

“Sudah berapa kali kakak bilang berhenti menatap Istana,” Beki memperingati Piko.

Piko diam tidak menjawab.

“Kita ini kelinci biasa, kita tidak akan bisa tinggal di Istana yang hebat itu,” lanjut Beki.

Piko tidak berani melawan Beki. Sebab dialah yang sudah bersusah payah merawatnya selama ini.

“Aku dan Bronis akan pergi ke ladang untuk memanen wortel. Jagalah Mino dengan baik! Dan ingat, jangan bermain terlalu jauh!” Perintah Beki. Ia kemudian mengambil keranjang panen dan keluar dari rumah. Bronis yang dari tadi diam menyusul Beki, mengambil keranjang dan keluar.

“Piko, bersabarlah terhadap kak Beki. Di balik sikap kerasnya sebenarnya ia sangat menyayangi kita. Terutama kamu Piko.” Ucap Bronis sebelum menutup pintu.

Semenjak ibu dan ayah mereka meninggal, Bekilah yang merawat ketiga adiknya yaitu Bronis, Piko, dan Mino. Ia bekerja keras sepanjang hari menanam wortel di ladang. Demi menghidupi ketiga adiknya.

“Kak Piko, hari ini kita akan berlari kemana?” tanya Mino. Wajahnya sumringah, sudah tidak sabar untuk melewatkan hari yang hebat bersama Piko.

“Hari ini kita bermain di belakang rumah saja. Kak Beki sudah melarang kita untuk bermain terlalu jauh,” jawab Piko.

“Apa yang akan kita lakukan di belakang rumah?” tanya Mino.

“Kita duduk saja di atas bukit, ayo!” ajak Piko.

Piko membawa Mino keluar dari rumah menuju ke halaman belakang. Mereka kemudian menaiki bukit kecil dan duduk berdua di atasnya.

“Kenapa Kak Piko suka sekali menatap Istana Kerajaan Kelinci?” tanya Mino.

Piko tidak langsung menjawab, ia menghela nafas sebentar. “Kakak ingin tinggal di sana Mino!” tutur Piko dengan suara lirih.

Mino tiba-tiba beranjak dari duduknya melompat ke hadapan Piko. “Wah itu luar biasa, pasti menyenangkan hidup di sana.”

Piko menatap Mino dengan tidak percaya. Ia berfikir Mino akan melarangnya tinggal di Istana Kerajaan kelinci seperti Beki dan Bronis.

“Kenapa kakak ingin tinggal di Istana Kerajaan Kelinci?” Mino terus bertanya.

Piko lantas berdiri, ia membusungkan dada dengan bangga. “Kakak ingin menjadi prajurit Kerajaan Kelinci. Kakak akan melindungi Kerajaan Kelinci dan seluruh rakyatnya.”

Mino melompat-lompat girang mendengar jawaban kakaknya. “Kak Piko pasti bisa menjadi tentara Kerajaan kelinci yang hebat. Kakak mampu berlari dengan cepat, tidak ada yang bisa mengalahkan kakak. Kakak juga memiliki pendengaran yang sangat bagus.”

Piko semakin tidak percaya ternyata Mino mampu melihat kelebihan dalam dirinya.

“Kakak, ayo hari ini kita bermain lebih jauh lagi, aku ingin berlari ke bawah sana!” Ajak Miko. Ia menunjuk ke bawah bukit yang landai.

Piko menatap Miko lekat-lekat. Ia tidak percaya Mino berani mengajaknya pergi jauh.

“Kamu ingatkan? Kak Beki melarang kita pergi terlalu jauh,” Piko mencoba mengingatkan Mino.

“Kak Beki tidak akan tahu, nanti kita kembali sebelum Kak Beki dan Kak Bronis kembali dari ladang,” Mino mulai mendesak Piko.

Piko mengalah. Ia pun mengikuti kemauan Mino. Ia meminta Mino naik ke atas punggungnya. Mino segera menuruti, ia melompat dan memeluk punggung Piko erat-erat.

“Wooooowwww,” teriak Mino saat Piko mulai berlari.

Piko berlari dengan kencang membuat Mino serasa terbang. Piko berlari melewati jalan setapak, melintasi padang rumput, dan menembus hutan. Piko dan Mino bermain seharian. Tidak lupa segera pulang sebelum Beki dan Bronis kembali dari ladang.

Pada pagi hari yang cerah Piko kembali harus menjaga Mino. Kali ini mereka berencana akan pergi bermain lebih jauh lagi. Mino bahkan mengajak Piko untuk mengunjungi istana.

Sebelum pergi datanglah sebuah pasukan kelinci yang memegang senjata tombak dan bendera berwarna merah. Bendera Kerajaan Istana Kelinci. Dari jubah yang dipakainya, Piko dan Mino dapat mengetahui jika mereka berasal dari kerajaan.

Para prajurit itu kemudian menyebar mengunjungi setiap rumah kelinci yang mereka temui, termasuk rumah Piko dan Mino. Salah satu dari prajurit tersebut menghampiri Piko dan Mino dan memberitahukan bahwa Kerajaan Kelinci sedang mencari prajurit tambahan. Sebab Kerajaan Kelinci akan diserang oleh kerajaan kucing.

“Kak Piko haru ikut, besok berangkatlah ke istana!” Kata Mino.

Piko diam tidak menjawab.

“Kakak harus pergi, ini kesempatan kakak untuk mewujudkan impian kakak dari dulu,” Mino kembali meyakinkan Piko.

Dari atas bukit di belakang rumahnya Piko menatap Istana Kerajaan Kelinci ditemani Mino. Piko terus memikirkan perkataan Mino. Apakah dia akan ke istana atau tidak? Piko akhirnya memilih, ia bertekad akan pergi ke Istana besok pagi. Ia tidak boleh menyia-nyiakan kesempatan ini.

Beki marah besar saat Piko menyampaikan keinginannya. Meski Piko meminta izin berkali-kali, Beki tetap tidak mengizinkan Piko pergi. Piko sangat kecewa, segera ia masuk ke dalam kamarnya dan merebahkan diri di tempat tidurnya yang terbuat dari kayu. Ia tidak makan dan tidak keluar sampai malam.

Mino membuka kamar Piko perlahan. Ia mengendap-endap menghampiri Piko yang sudah tertidur.

“Kak Piko, bangunlah!” Mino mengguncang-guncang tubuh Piko dengan kedua kaki depannya.

“Siapa kau?” Piko terperanjat. Ia segera bangun namun karena kamarnya begitu gelap ia tidak bisa melihat siapa yang datang.

“Ini aku Mino,” jawab Mino.

“Mino? Ada apa?” tanya Piko.

“Kak Piko cepatlah pergi, kak Beki dan kak Bronis sudah tidur. Mereka tidak akan tahu kalau kakak akan pergi,” jawab Mino.

“Mino…,” suara Piko tertahan. Tidak percaya dengan apa yang dikatakan Mino.

“Kak Piko harus pergi, jangan khawatirkan Kak Beki dan Kak Bronis. Mereka akan marah, tapi hanya sebentar,” bujuk Piko

“Bagaimana dengan kamu Mino? Siapa yang akan menjagamu?” Piko masih ragu.

“Kak Piko, aku sudah besar, aku akan baik-baik saja. Kak Piko tidak usah menjagaku lagi,”

Piko langsung memeluk Mino. Ia tak bisa menahan air mata. Ia sangat terharu dengan sikap Mino.

Piko lalu pergi secara diam-diam. Di bawah sinar bulan, Piko berlari menuruni bukit menuju Istana Kerajaan kelinci. Sementara di tempat tidurnya Beki diam-diam menangis. Ia sengaja membiarkan Piko pergi secara diam-diam. Selama ini, ia melarang Piko pergi karena takut kehilangan Piko. Sudah cukup baginya kehilangan ayah dan ibu mereka. Tapi Beki, juga tahu bahwa impian Piko sangat penting. Ia memilih mengalah secara diam-diam.

Piko berhasil sampai di Istana Kerajaan Kelinci saat matahari terbit dari timur. Piko langsung melakukan pendaftaran dan segera bergabung dengan calon-calon prajurit yang lain. Piko kemudian mengikuti latihan perang, bermain tombak, berlari, dan melompat.

Piko adalah kelinci yang pintar, larinya cepat, dan pendengarannya sangat tajam. Sebab itu ia terpilih menjadi tim mata-mata. Piko bertugas untuk memata-matai musuh. Piko dan timnya segera pergi menuju kerajaan kucing. Sebagai prajurit yang sangat diandalkan. Piko adalah kelinci pertama yang akan masuk ke dalam Istana Kerajaan Kucing.

Piko berlari pelan, sesekali bersembunyi di balik rerumputan agar tak terlihat. Kelinci yang lain menunggu di balik-balik pepohonan. Ia mendekati tembok bagian belakang Istana Kerajaan Kucing. Saat hendak melompat memanjat dinding, kaki Piko tersangkut oleh sesuatu. Tubuhnya tiba-tiba terangkat ke atas. Piko masuk perangkap. Kerajaan Kucing lebih pintar, mereka memasang perangkap di seluruh tembok Istana.

Piko segera mengibarkan bendera kuning, pertanda bahaya. Kelinci yang lain segera melarikan diri. Mereka harus kembali ke Istana Kerajaan Kelinci dan melaporkan apa yang terjadi.  

  Piko dimasukkan ke dalam penjara oleh prajurit Kerajaan Kucing. Berhari-hari ia tidak diberi makan dan minum. Namun Piko tidak putus harapan. Ia terus berpikir mencari cara untuk keluar dari penjara. Setelah lama berpikir Piko pun menemukan solusi.

Piko mendekati Prajurit yang menjaga penjara Piko.

“Wahai prajurit, bolehkah aku meminta tolong?” tanya Piko perlahan.

Prajurit kucing itu menoleh lalu memutar tubuhnya menghadap Piko. Wajahnya begitu menyeramkan.

Nafas Piko tertahan tapi ia tetap mencoba tenang. “Namaku Piko. Aku tidak ada maksud apa-apa. Aku hanya ingin meminta bantuanmu. Tolong pertemukan saya dengan rajamu!”

“Untuk apa kamu ingin bertemu dengan raja kami?” tanya Prajurit kucing dengan nada keras.

“Baiklah, aku akan mengatakan sesuatu padamu. Jika menurutmu ini benar, maka bantulah aku. Jika menurutmu salah, kamu boleh menambah hukumanku,” Piko menghelas napas.

“Cepat katakan!” Perintah Prajurit Kucing masih dengan nada keras.

“Apakah kau ingin benar-benar terjadi perang? Akan ada banyak korban nanti. Bukankah kita bisa mendiskusikan semua masalah yang ada sebelum kita benar-benar berperang? Coba kamu bayangkan, akan lebih baik jika Kerajaan Kelinci dan Kerajaan Kucing hidup berteman dan semua rakyatnya akan hidup damai.”

Prajurit kelinci tersentuh dengan perkataan Piko. Ia pun sangat menginginkan perdamaian itu. Prajurit itupun akhirnya mau membantu Piko. Ia menyampaikan kepada raja apa yang dikatakan oleh Piko.

Raja pun meminta Prajurit itu membawa Piko ke hadapannya.

“Kenapa kamu meminta bertemu denganku wahai prajurit Kelinci?” tanya raja Kucing kepada Piko.

“Maafkan hamba karena telah lancang Paduka,” Piko membungkuk memberi hormat. “Perkenankanlah saya mengajukan sebuah pertanyaan.”

Raja Kucing mempersilahkan Piko menyampaikan pertanyaannya.

“Paduka, kenapa paduka ingin menyerang Kerjaan kami yang begitu kecil? Kerajaan Kucing amatlah besar, juga lebih hebat dari kerajaan kami. Kerajaan paduka juga lebih kaya dari kerajaan kami.”

Raja Kucing lalu menjawab. “Aku mendengar bahwa kalian akan merebut sungai yang menjadi batas wilayah antara Kerajaan Kelinci dan Kerajaan Kucing.”

“Saya rasa paduka telah melakukan kesalahan. Tidak benar jika Kerajaan Kelinci akan merebut sungai tersebut. Kami memang memakai air sungai tersebut untuk mengairi ladang-ladang wortel kami. Sungai tersebut amatlah banyak airnya. Kerajaan Kelinci dan kerajaan Kucing dapat memakainya secara bersama-sama. Tidak perlu berperang memperebutkannya,” Piko mencoba meyakinkan Raja Kucing.

Raja kucing tersentuh dengan perkataan Piko. Raja Kucing pun mengurungkan niatnya untuk memerangi Kerajaan kelinci. Piko akhirnya dibebaskan dan kembali ke Kerajaan Kelinci dengan membawa berita gembira. Raja Kelinci sangat kagum atas keberanian Piko. Kabar segera disampaikan kepada seluruh rakyat bahwa tidak akan ada perang antara Kerajaan Kelinci dan Kerajaan kucing.

Sejak saat itu, Kerajaan Kelinci dan Kerajaan Kucing hidup dengan damai. Mereka saling berbagi kebutuhan air dari sungai yang menjadi batas wilayah mereka. Piko pun akhirnya diangkat menjadi penasehat kerajaan. Piko mendapatkan hadiah besar dari Raja Kelinci. Sebuah istana kecil dengan halaman yang luas. Piko akhirnya menjemput Beki, Bronis, dan Mino untuk tinggal bersamanya. Tidak lupa Piko meminta maaf karena telah pergia diam-diam. Beki juga minta maaf karena bersikap terlalu keras kepada Piko. Merekapun hidup bahagia.   

Dongeng Anak Madura: Lamben Sare, Sang Anak Ajaib

Bagikan

One comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *