14 Desember 2019, saya berkesempatan mengunjungi Museum Konferensi Asia Afrika yang terletak di Bandung. Saya meyakini bahwa museum adalah salah satu tempat yang dapat mempertemukan kita dengan masa lalu. Termasuk juga dengan museum yang satu ini.
Museum Konferensi Asia Afrika
Pengunjung tak dikenai biaya untuk masuk ke Museum Asia Afrika alias gratis. Sungguh menyenangkan bukan? Sementara di museum-museum lain kita bisa dikenai retribusi minimal lima ribu rupiah per orang. Di museum Konferensi Asia Afrika kita diperbolehkan mengambil foto sepuasnya, tapi tidak diperkenankan memakai mode flash.
Saya mengunjungi Museum Konferensi Asia Afrika bersama Yuni, sahabat saya. Hal pertama yang dapat kita lihat saat masuk ke dalam museum adalah patung Presiden Soekarno yang sedang berpidato dan di belakangnya duduklah patung-patung dari Jawaharlal Nehru, Unu, M. Hatta, Ali Sastroamidjojo, Mohammed Ali, dan Sir John Kotelawala. Koleksi lainnya, ada meja dan kursi rotan, mesik ketik, kamera, dan timbangan surat pos yang digunakan pada saat konferensi. Rekaman pidato Soekarno dalam piringan hitam, potongan artikel dari Koran-koran manca negara yang memberitakan kegiatan konferensi juga terpajang dengan baik. Selebihnya adalah gambar-gambar yang menceritakan tentang sejarah Konfenrensi Asia Afrika serta gambar-gambar kegiatan Konferensi Asia Afrika
Baca Juga 7 Fakta Menarik Kepulauan Seribu
Semua koleksi di Museum Konferensi Asia Afrika tertata dengan rapi dan dilindungi dengan kaca sehingga terhindar dari tangan-tangan jail para pengunjung. Semua koleksi juga disertai dengan informasi yang juga dilindungi dengan kaca. Tapi semua itu belum mampu memuaskan hati saya. Saya merasa, suasana Konferensi Asia Afrika yang berlangsung pada tahun 1995 belum terasa sepenuhnya. Merasa bosan saya mengajak Yuni untuk pergi ke toilet. Dan tanpa diduga, rasa bosan yang saya rasakan hilang seketika ketika menemukan beberapa spot berikut.
Toilet Standart Iternasional
Pertam kali masuk, tanpa ragu saya menjadikan Toilet Museum Konferensi Asia Afrika sebagai toilet terfavorit saya. Saya benar-benar merasakan suasana jaman dulu dari design interior-nya. Kesan toilet umum yang jorok tak nampak sama sekali. Ubinnya berukuran kecil, berwarna hitam dan putih yang tertata seperti papan catur, benar-benar bersih dan mengkilat. Meski tak harum-harum benar setidaknya tak ada bau pesing yang terdengar sama sekali. Saya langsung saja bermimpi, ah seandainya semua toilet umum di Indonesia seperti ini, sungguh bahagianya.
Saya masuk lebih dalam lagi, mencoba mengamati bilik-bilik toilet lebih dekat. Pintu-pintu bilik toiletnya terbuat dari kayu, klosetnya juga bersih dan kering, tak ada air berceceran dan tak ada bekas sepatu atau sandal terlihat. Di bagian depat, tempat wastafel biasanya berada, terdapat bangku-bangku dengan busa yang cukup empuk. Kita bisa duduk dengan nyaman tanpa harus merasa jijik karena sedang berada di dalam toilet.
“Mau duduk seharian sambil baca buku meski di toilet, kalau toiletnya kayak gini, betah mah saya Yun,” ujarku karena saking sukanya dengan toilet di Museum Konferensi Asia Afrika.
Perpustakaan Multi Bahasa
Awalnya kami hanya berniat menumpang mengisi daya gawai yang sudah habis. Tak dinyana, hati kami juga tertambat pada Perpustakaan Museum Konferensi Asia Afrika. Tidak terlalu luas, koleksi bukunya pun tak banyak. Ruang Perpustakaan Museum Konferensi Asia Afrika terbagi dua. Ruangan depan terdapat koleksi buku-buku anak, buku-buku braille, dan buku-buku lainnya yang tak terpetakan dengan jelas. Kita juga dapat membaca buku sambil duduk lesehan.
Ruangan belakang ukurannya setengah lebih kecil dari ruangan depan. Terdapat rak-rak buku yang terbuat dari besi tempat ratusan buku berjejer rapi. Banyak buku-buku tua berbahasa Belanda, buku yang sempat saya ambil dan saya lihat terbit tahun 1924. Ada juga buku-buku tebal yang saya perkirakan beratnya bisa mencapai tiga kilogram, seperti buku yang memuat biografi dan perjuangan Jawaharlal Nehru sang mantan Perdana Menteri India. Uniknya lagi, banyak jenis Big Book (buku besar) dengan kertas glossy yang berisi tentang bentang alam suatu negara. Saya kemudian menjuluki perpustakaan ini dengan ‘Perpustakaan Multi Bahasa’ karena memiliki koleksi buku dengan berbagai bahasa. Ada buku berbahasa Kore, Jepang, Cina, Belanda, Jerman, Bahasa Inggris, dan Arab.
Saya dan Yuni tertahan di Perpustakaan Museum Konferensi Asia Afrika cukup lama. Kami memuaskan diri melihat beberapa koleksi buku yang ada. Buku tebal, hard cover berwarna hitam, berbahasa Belanda, dan diterbitkan tahun 1924 adalah yang paling menyita perhatian kami. Kami menemukan sebuah foto lama dari seorang perempuan dan potongan artikel dari sebuah koran Belanda yang terselip diantara halaman buku. Langsung saja kami menghayal kemana-mana. Menebak-nebak siapa perempuan tersebut dan apa hubungannya dengan buku yang kami temukan.
Gedung Merdeka
Puas berlama-lama di Perpustakaan Museum Konferensi Asia Afrika kami memutuskan untuk segera pulang ke guest house yang telah kami pesan jauh-jauh hari. Kami berpikir sudah tak ada lagi yang dapat kami lihat dan kami nikmati dari Museum Konferensi Asia Afrika. Ternyata, sebelum keluar kita akan melewati sebuah ruangan semacam aula besar dimana Konferensi Asia Afrika dulu berlangsung. Ruangan konferensi dipenuhi dengan kursi-kursi kayu berlapis kain beludru merah yang tertata rapi.
Saya segera duduk di salah satu kursi yang terletak agak di depan. Saya menaham diri untuk tak langsung mengambil gambar dan memilih untuk menikmati suasana ruang konferensi saja. Saya menatap ke depan, mengamati podium, kursi-kursi para pimpinan konferensi, serta jejeran bendera-bendera negara peserta konferensi dengan seksama. Ah, saya tiba-tiba terharu saat membayangkan semangat dan perjuangan para peserta konferensi.
Dan penjelajahan kami (Saya dan Yuni) di Museum Konferensi Asia Afrika benar-benar telah mempertemukan kami dengan masa lulu. Sungguh kami takjub dan bahagia. Masa lalu itu telah memberi kami banyak pelajaran. Setidaknya tentang pentingnya toilet yang bersih.
Ini menarik. Orang tak akan terlintas untuk membahas toiletnya. Siapa yang akan merasa perlu membahasnya coba? Hahaha
Mbak luluk benar-benar gokil.
hehehe…. kapan-kapan kita cari spot berbeda yang bisa dibahas lagi ya…. saat jalan bersama lagi tentunya.
Ya ampun Mba Luluk, itu toiletnya bikin betah banget ya..
Bakal jadi tempat wajib kunjung kalo aku ada langkah ke Bandung
Wajib banget mbak… semoga kebersihannya tetap terjaga
Tahun lalu ke sini juga…spot dalam menarik dan diluar juga ramai dengan orang yang sedang berkegiatan.. seru dech kalau ke Bandung
Ya, saya juga masih ingin ke Bandung lagi. Masih banyak tempat yang belum dikunjungi. Udaranya pun sejuk.
Hai mbak!
menikmati museum itu dari koleksinya. moso toiletnya wkwkwkwk
Hai Mas Lutfi, Hehehe…. habisnya cakep banget mas toiletnya.
Wow, this is cool. Very recommended to visit such a historical site like this. I should bring my son to visit this museum. Thanks for sharing 🙂
You Are welcome!
Many people visit museums when they travel to new places. So do I. I am happy spending money on experiences rather than material purchases. Jadi, kalo jalan-jalan saya jarang banget beli oleh-oleh, tapi dalam sehari bisa mengunjungi 2-3 obyek wisata sekaligus, including museum.
If I were there with you, maybe I would enjoy the toilet too. Hahaha. Or maybe I will renovate my home’s bathroom after that 😀 Biar nuansanya klasik ala ala toilet jadul Museum KAA gitu deh.
Hahaha, semoga ya mbak… nanti kita baca buku bareng disana… hehe
Many people visit museums when they travel to new places. So do I. I am happy spending money on experiences rather than material purchases. Jadi, kalo jalan-jalan saya jarang banget beli oleh-oleh, tapi dalam sehari bisa mengunjungi 2-3 obyek wisata sekaligus, including museum.
If I were there with you, maybe I would enjoy the toilet too. Hahaha. Or maybe I will renovate my home’s bathroom after that 😀 Biar nuansanya klasik ala ala Museum KAA.
Hahaha… saya ikutan idenya mbak. Mau buat kamar mandi seperti di Museum KAA.
Sekarang, museum sudah berkembang dan mendapat perhatian banyak pihak. Tidak lagi seperti dulu, sekarang museum edukatif sekali…
Agustus 2019 lalu saya juga berkunjung ke museum asia afrika dan saya menikmatinya. Sayangnya waktu kunjungan saya bersama rombongan sangat terbatas
Kapan-kapan mesti mencoba berkunjung sendiri Mbak Nisya. Biar bisa menikmati.
Berapa kali main ke Bandung, belum pernah ke sini , museum KAA besar dan terawat juga ya kak.
Terawat banget kak, salah satu museum yang reccommended sekali.
Selalu suka melihat-lihat museum begini dan kemudian alam imajinasi berkelana membayangkan masa lalu, saat orang-orang hebat berkumpul dan berlalu lalang disini.
Sama banget berarti mas… saya suka ke museum karena merasa bisa pergi ke masa lalu… hehehe
iya, padahal di museum lah kita bisa belajar hal-hal/peristiwa di masa lalu. Namun kadang kalau masuk museum langsung nutup hidung karena aromanya yang nggak enak, suasana pengap kurang terawat
Semoga museum-museum yang lain nanti toiletnya bisa sebersih di Museum KAA
Those books remind me to my late father in law, who had many Dutch language book.
We learn many things in the museums, expecially historical and international relationshop.
Wah serunya, meski tidak bisa baca, melihat tahun terbitnya saja sudah bikin seneng
Yang paling menarik ketika membaca “toilet internasional” hahaha. Tapi emang gedung ini sangat bagus si dan banyak pertemuan pertemuan dg petinggi negara asing, jadi pantas kalo toliet nya internasional, hehehe.
hehehe… semoga semua toilet di Indonesia bisa sebagus itu mbak…
Sering ke Bandung, belum pernah ke Miseum KAA, nanti voba mampir dehh kalau ke Bandung lagi. Makasih infonya kak.
sama-sama
Sebagus itu kah mbak toiletnya? Aku jadi pengen njajal toilet di museum ini, hehe. Soalnya toilet di Indonesia itu biasanya memprihatinkan, apalagi kalau di tempat wisata bersejarah.
Itu bukunya bisa dibaca bebas semua mbak? Apa gak takut rusak ya kalau buku lama begitu dibiarkan bebas dibaca oleh semua pengunjung?
Bukunya bebas dibaca Kak, izin saja kepada penjaganya. Saya benar-benar bebas memilih buku. Toiletnya selain bersih nuansa zaman dulunya juga kerasa.
Noted. Next time I’ll visit this museum. Enter the toilet room first.
Hahaha… haruusss mbak
ya ampun keren banget Gedung museum konferensi asia afrika.. gak nyangka fasilitas di dalamnya mewah dan gedung merdeka besar banget..
Gudeng merdekanya keren banget kak… suasana Koneferensi sangat terasa
Perawatan gedung terus dilakukan, terlihat kebersihan dan suasana museum sangat terjaga.
Ya Mas… kebersihannya yang saya salut.
Bisa menjadi tujuan nih, jika melancong ke nandung, maklum di lampung musiumnya ndak sebagua itu hehe
Semoga semua museum di Indonesia bisa semakin diperhatikan oleh pemerintah. Sayang, banyak ilmu dan informasi soalnya.
Wah, artikel ini bisa mengurangi rasa kecewa saya karena tidak sempat masuk ke dalam museum!!!
Makasih sudah menceritakannya di sini.
Sama-sama mbak
dapat gambarann,, saya cuma lewat di depannya aja belum masuk museum
Kalau ke Bandung lagi wajib mampir mbak.
Saya belum pernah mampir ke museum KAA nih. Ternyata museumnya benar-benar terawat dan rapi. Menyenangkan.
Kapan-kapan wajib mampir mbak. Museum ini agak istimewa dibanding museum yang lain. Menurut saya. hehehe
Sekitar 2 tahun yang lalu saya ke Bandung, tapi gak sempat berkunjung ke Museum Asia Afrika ini. Padahal banyak ilmu yang bisa diambil dan ditulis di sana
Terakhir ke museum pas 2016 di Banjarnegara Jawa Tengah. Waktu itu gak bayar sih karena semua ditanggung panitia.
Eh btw ada toilet keren kayak gitu ya. Standar internasional pula. Jadi semakin menarik dikunjungi dan membangkitkan rasa nasionalisme kita
[…] Baca Juga: Berkunjung ke Museum Asia Afrika […]