Mentari Pagi Kota Depok. Belum ada dua bulan saya kembali menetap di kampung halaman. Tapi saya sudah mulai rindu dengan banyak hal tentang Depok. Perjalanan hidup yang saya lewati dari awal sampai akhir di kota tersebut jadi sering membayangi ingatan.
Saya menulis tulisan ini lantaran saya rindu hangat mentari pagi Kota Depok. Entahlah, padahal jam menunjukkan pukul 10.00 malam. Ah, bolehkah saya berharap, besok saat saya terbangun, saya tiba-tiba ada di Depok. Lalu mata saya terpicing lantaran terpaan sinar mentari paginya?
Kontrakan Pertama
Saya ingat betul kontrakan pertama saya di Kota Depok. Kontrakan yang hanya saya tempati selama sebulan lantaran setelahnya saya berpindah ke mess yang disediakan oleh sekolah (fasilitas dari Sekolah Alam Depok bagi guru). Kontrakan dua lantai dengan total 6 kamar. Terletak tepat di pinggir jalan perkampungan.
Di seberang jalan berdiri tembok tinggi yang membatasi jalan entah dengan apa. Mungkin sebuah perumahan cluster, atau bisa jadi lainnya, saya tak pernah tahu. Yang jelas, setiap saya berdiri di teras kamar dan menatap ke depan, hanya tembok itu yang terlihat.
Untugnya kamar saya berada di lantai dua, dan berada paling ujung timur. Jadi setiap pukul 06.00 pagi saya dapat menikmati indahnya mentari pagi yang keemasan. Sebagai orang baru di kota yang masih asing waktu itu, hangat mentari pagi terasa begitu sendu.
Fly Over
Tiga tahun berlalu. Saya mengambil keputusan untuk berpindah kerja. Saya berjodoh dengan sebuah sekolah yang lokasinya lumayan jauh dari kontrakan (SMP the Indonesia Natural School). Demi menghindari macet, saya sering berangkat lebih awal. Pukul 06.00 pagi saya sudah harus berangkat.
Berangkat lebih awal kembali membawa saya berjumpa dengan hangat mentari Kota Depok. Tepatnya saat melintasi Fly over Arif Rahman Hakim. Fly over tersebut menghubungkan jalan Arif Rahman Hakim dengan jalan utama Kota Depok, jalan Margonda Raya.
Setiap melintasi fly over Arif Rahman Hakim, saya selalu mengurangi laju motor sampai ke kecepatan 20 km/jam. Jalanan masih sepi, jadi saya bisa berkendara dengan tenang. Ditemani hangat mentari pagi, saya mencoba menikmati sebagian kecil landscape Kota Depok.
Dari arah utara, terlihat terpal-terpal kios para pedagang sayur di pasar Kemiri Muka. Jalur Commuter Line membentang panjang di antara kios-kios tersebut. Gedung-gedung beberapa mall dan gedung rektorat Univeristas Indonesia jadi terasa lebih dekat jaraknya.
Dari arah selatan, keriuhan di stasiun dan terminal Depok terlihat jelas. Jalur kereta dari arah Bogor membentang panjang dan seakan menghilang di bawah fly over. Gedung mall ITC Depok dan Kantor Wali Kota berdiri tegak. Dari arah ini pula, saya selalu menyempatkan diri untuk memperhatikan ‘Sekolah Master’ lebih lama. Sekolah bagi para anak jalanan.
Saya pernah bertemu dengan Rizqi. Salah seorang siswa dari sekolah tersebut.
Segala hal yang terjadi rasanya jadi lebih berarti setelah semuanya terlewati. Segala kesedihan dan kesusahan juga jadi lebih bermakna. Dan pernah merasakan hangat mentari pagi Kota Depok adalah perjalanan terbaik dalam hidupku.
Besok pagi saya tak mungkin bisa merasakan hangat mentari pagi Kota Depok seperti yang saya inginkan. Namun besok pagi saya akan bangun dengan semangat yang sama. Semangat untuk menaklukkan hari-hari yang penuh tantangan.
Desa Jangkar, Kecamatan Tanah Merah, Kabupaten Bangkalan, 31 Juli 2020 – 22.15 WIB.