Ketahanan Pangan – Sebagai putri asli Madura. Sejak kecil saya sudah terbiasa makan nasi jagung. Di sekolah bahkan diajarkan, bahwa makanan pokok orang Madura ya jagung.
Tapi, akhir-akhir ini saya merasa ada yang hilang. Tiba-tiba ibu jarang sekali memasak nasi jagung seperti dulu. Saya sampai bertanya kenapa.
Tahu jawaban ibu apa? Katanya takut saya dan mbak saya tidak suka. Kok bisa? Padahal saya suka banget nasi jagung.
Jagung Madura, Komiditi Lokal Madura
Kamu tahu nggak sih kalau makanan pokok orang Madura itu ya jagung. Terus, Madura juga punya jenis jagungnya sendiri loh. Berbeda dengan jagung yang biasanya teman-teman tahu.
Jagung Madura, ukurannya lebih kecil. Baik ukuran tanaman maupun ukuran tongkolnya. Tongkol jagung panjangnya antara 8-10 cm. Sementara tinggi tanaman mulai 1-1,6 M. Bergantung pada kondisi lingkungan, cara budidaya, dan kesuburan tanah.
Tapi Jagung Madura ini kecil-kecil cabe rawit loh. Kenapa? Karena jagung Madura umurnya lebih genjah. Maksudnya umurnya lebih pendek sehingga bisa panen lebih cepat.
Jagung Madura bisa panen pada usia 65-75 hari saja. Sementara kalau jagung hibrida masa panennya pada usia 90 hari. Lumayan jauh kan selisihnya?
Terus, jagung Madura ini juga tahan banget menghadapi kondisi iklim Madura yang super panas dan tanahnya yang cenderung kering. Ya maklum, banyak lahan pertaniannya yang masih bergantung pada air hujan.
Makanya tidak heran, kalau orang Madura nggak mau menanam jagung selain Jagung Madura.

Budidaya Jagung Madura
Saat ini saya sudah resmi menjadi full time blogger dan content writer. Kerjaan saya tiap hari ya nulis. Nah di sela-sela nulis, tak lupa saya membantu ibu ke ladang.
Orang Madura biasa menanam jagung tumpang sari dengan kacang tanah dan atau kacang tolo. Ini adalah cara turun temurun di kampung saya. Di kampung-kampung yang lain juga sama sepertinya.
Tanaman dari keluarga kacang-kacang itu punya bintil akar. Pada bintil akar ini terdapat bakteri Rhizobium yang bisa mengikat nitrogen dari udara bebas.
Karenanya, lahan pertanian yang ditanami kacang tanah biasanya kaya akan nitrogen. Nitrogen sendiri bisa merangsang pertumbuhan vegetatif suatu tanaman. Seperti pertumbuhan akar, batang, dan daun.
Tapi tahukah kamu, keberadaan jagung Madura semakin berkurang. Produktifitasnya juga menurun.
Kalau pergi ke pasar, beberapa kali ibu menyuruh saya membeli beras jagung. Sayangnya, yang saya beli adalah beras jagung dari jawa. Sementara jagung Maduranya sendiri tak banyak tersedia.
Penyebab Turunnya Produktifitas Jagung Madura
Ibu sendiri mengakui. Bahwa jagung Madura tak semelimpah dulu. Kata ibu, dulu orang di kampung saya sampai bisa menyimpan jagung untuk stok kebutuhan dapur sampai berbulan-bulan lamanya.
Turunnya produktifitas jagung Madura ini tentu ada penyebabnya. Kalau yang saya amati. Di kampung saya ya. Cara budidaya yang dilakukan masih kurang tepat dan masih konvensional.
Berikut beberapa catatan yang saya dapat dari mengamati ladang-ladang milik tetangga.
- Menanam tanpa jarak tanam yang pas, terlalu rapat malah menurut saya.
- Pengolahan lahan yang minimalis. Hanya dibajak, ditabur pupuk kimia, lalu ditanami.
- Penggunaan pupuk kompos dan pupuk kandang masih kurang.
- Perawatan kurang intensif. Banyak yang sudah menanam dibiarkan begitu saja sampai masa panen. Padahal kalau mau hasil yang bagus yang harus dirawat. Misal diberikan pupuk susulan dan tanah di sekitar tanaman dibumbun atau digemburkan.
Kondisi ini jauh berbeda dengan masa lalu. Berdasarkan cerita ibu saya. Orang zaman dulu lebih serius dan lebih telaten dalam bertani. Rutin menggunakan pupuk organik. Memakai jarak tanam. Serta melakukan perawatan yang intensif.

Pengembangan Jagung Madura
Bisakah produktifitas jagung Madura digenjot? Sebagai orang yang pernah kuliah di jurusan Agroekoteknologi Fakultas Pertanian. Dengan yakin saya katakan bisa.
Tentu hal ini harus melibatkan banyak pihak. Pemerintah-pemerintah daerah di pulau Madura harus menyadari betul. Bahwa jagung Madura adalah komoditi lokal yang harus dikembangkan dan dipertahankan.
Pengembangan jagung Madura sebenarnya sudah pernah dilakukan. Dosen di tempat saya mengajar pernah melakukan penelitian tentang 3 varietas jagung Madura di Kabupaten Sumenep (Guluk-Guluk, Manding, Sumenep).
Ketiga varietas lokal ini sebenarnya bisa disebar ke seluruh area Madura sebagai sumber benih yang bagus. Penggunaan benih yang bagus bisa meningkatkan produktivitas tanaman soalnya.
Nah, nanti tinggal didukung dengan cara budidaya yang baik. Lagi-lagi, tentu pemerintah harus berperan aktif di sini. Melibatkan banyak penyuluh untuk mengajari petani Madura bertanam jagung dengan cara yang lebih modern.
Diversifikasi Pangan adalah Kunci Ketahanan Pangan
Orang Indonesia terlanjur menjadikan beras sebagai makanan pokok. Satu-satunya sumber karbohidrat yang paling banyak dikonsumsi. 3 kali dalam sehari.
Sampai-sampai ada istilah, belum makan kalau belum makan nasi. Makan mie instan saja pakai nasi. Padahal sama-sama karbohidrat.
Tapi yuk sama-sama buka mata. Indonesia tak bisa terus-terusan bergantung pada beras. Perlu adanya diversifikasi pangan. Sebab diversifikasi pangan adalah kunci ketahanan pangan.
“Diversifikasi pangan adalah upaya untuk menvariasikan bahan pangan pokok yang dikonsumsi oleh masyarakat agar tak berfokus pada satu jenis pangan pokok saja”
Pada tahun 1984-1988, Indonesia pernah berhasil melakukan swasembada beras. Jumlah pasokan beras nasional surplus. Bahkan sampai bisa mengimpor.
Namun kondisi ini tidak bertahan lama. Selepas itu, produktifitas padi di Indonesia terus menurun. Sampai sekarang, Indonesia bahkan masih harus impor beras demi memenuhi kebutuhan beras dalam negeri. Mau sampai kapan kita begini?
Padahal Indonesia itu kaya akan sumber pangan karbohidrat. Indonesia punya banyak jenis umbi-umbian yang bisa jadi pengganti nasi. Banyak pula pangan lokal yang telah dikonsumsi secara turun temurun. Seperti sagu di Papua dan jagung di Madura.
Pangan lokal ini juga cocok dengan iklim tempat ia berasal. Misal jagung Madura. Tanaman ini sangat cocok dan tumbuh baik di lahan Madura. Maka pengembangannya pasti akan lebih mudah dan dimungkinkan lebih berhasil.
Tapi yang jadi persoalan, bagaimana agar semua bahan pangan ini bisa mengalahkan kepopuleran beras? Sementara semakin hari, bahan-bahan pangan lokal ini, sedikit demi sedikit mulai terlupakan.
Contoh saja di rumah saya. Sudah jarang memasak nasi jagung. Bahkan saat melihat keponakan-keponakan saya. Saya tak melihat mereka dibiasakan makan nasi jagung dari kecil.
Saya juga punya teman yang tinggal di desa Langkap, Burneh, Bangkalan. Desa ini adalah penghasil padi. Kata teman saya, mereka tak mau menanam tanaman lain selain padi.
Ini saja sudah menunjukkan, bahwa sebagian kecil penduduk Madura sudah melupakan jagung. Makanya harus ada upaya penguatan bahan pangan lokal.

Upaya Mempopulerkan Pangan Lokal Pengganti Beras
Sejak upaya swasembada beras gagal. Pemerintah sebenarnya sudah mulai beralih program. Tak lagi mengupayakan swasembada beras, tapi mengupayakan swasembada pangan.
Artinya, Indonesia tak lagi fokus menjadikan beras sebagai makanan pokok satu-satunya. Secara sadar, pemerintah Indonesia paham bahwa ketahanan pangan lebih bisa terwujud dengan upaya diversifikasi pangan.
Sayangnya, kondisi ini juga sulit terwujud. Orang Indonesia terlanjur menjadikan beras sebagai makanan pokok sehari-hari. Maka dari itu harus ada upaya besar-besaran untuk mempopulerkan pangan lokal. Setidaknya di daerah masing-masing.
Semua pihak harus saling bekerja sama. Pemerintah daerah harus membuat program khusus untuk mengembangkan pangan lokal. Bisa melalui penyuluhan, pemberian dana intensif, dan akses pemasaran. Serta membuka kerja sama dengan berbagai pihak seperti dengan para akademisi sebagai peniliti.
Sebagai individu, kamu dan saya juga bisa mengambil peran. Caranya dengan mengkonsumsi bahan pangan lokal. Lalu mempromosikannya ke banyak orang.
Langkah Kecil Seorang Luluk dalam Menjaga Keanekaragam Pangan
Sekarang saya mau membahas tentang diri saya sendiri. Langkah apa yang sudah saya lakukan untuk turut serta mendukung diversifikasi pangan?
Memang apa yang saya lakukan bukanlah hal besar. Tapi sekecil apapun, langkah ini saya lakukan untuk ikut menjaga keanekaragaman pangan lokal di Indonesia. Khususnya di Madura.
Perlahan saya sudah mengajak ibu saya untuk melakukan budidaya dengan baik. Saya mulai dengan menanam menggunakan jarak tanam serta peningkatan penggunaan pupuk organik.
Pupuk organik kami buat sendiri. Kami meminta pupuk kandang (pupuk kambing) ke tetangga. Sebab kami tak punya ternak. Selain itu, sisa tanaman setelah panen biasanya kami potong kecil-kecil dan kami kubur di lahan kami. Terbukti hasil panen kami lebih baik dari sebelum-sebelumnya.
Saya juga meminta ke ibu untuk lebih sering memasak nasi jagung. Toh beras jagung harganya lebih murah dibanding beras putih. Saya sudah sampaikan pada ibu, bahwa saya masih seorang putri Madura yang gemar makan nasi jagung.
Cerita dari Masa Lalu Tentang Ketahanan Pangan
Pada suatu waktu, saya dan ibu duduk di ladang. Di bawah pohon mangga yang rindang. Sambil ditemani angin sepoi-sepoi.
Saya bertanya pada ibu, bagaimana pola konsumsi orang zaman dulu. Ternyata, orang dulu sudah menerapkan pola konsumsi yang mendukung diversifikasi pangan loh.
Mereka tak hanya makan nasi jagung. Tapi juga berbagai jenis sumber karbohidrat lainnya. Ada singkong, ubi jalar, dedak jagung, bahkan nangka muda.
Semua bahan-bahan ini dihancurkan atau dicacah kecil-kecil. Lalu dicampur dengan sedikit beras jagung dan dimasak seperti memasak nasi pada umumnya.
Kondisi ini tentu sangat bisa menjaga ketahanan pangan dong. Kalau lagi tidak ada jagung. Makannya ya singkong. Kalau tidak ada singkong ya makannya ubi jalar atau lainnya.
Aneka jenis makanan pokok selain nasi ini tidak boleh kamu pandang sebelah mata loh. Nutrisinya tak kalah dari nasi putih. Coba perhatikan tabel berikut deh!
No. | Bahan Pangan | Kandungan Gizi/100gr | ||||
Energi | Protein | Lemak | Karbohidrat | Serat | ||
1 | Nasi putih | 129 Kkal | 2,66 gr | 0,28 gr | 27,9 gr | 0,4 gr |
2 | Jagung | 366 kkal | 9,8 gr | 7,3 gr | 69,1 gr | 2,2 gr |
3 | Singkong | 154 kkal | 1,0 gr | 0,3 gr | 36,8 gr | 0,9 gr |
4 | Ubi jalar | 151 kkal | 1,6 gr | 0,3 gr | 35,4 gr | 0,7 gr |
7 | Sagu | 355 kkal | 0,6 gr | 1,1 gr | 85,6 gr | 0,3 gr |
Betulkan? Ternyata energi dan karbohidrat dari nasi, nilainya masih di bawah bahan-bahan pangan yang lain. Artinya, pola konsumsi orang dulu itu sudah benar.
Apa kabar dengan kita sekarang? Yang tak bisa lepas dari yang namanya nasi? Sepertinya, kita harus mulai meniru pola konsumsi orang dulu nih.
Kesimpulan
Orang Madura sejak jaman dulu sudah mengkonsumsi nasi jagung. Pulau Madura bahkan punya jenis jagungnya sendiri. Ukurannya lebih kecil dari jagung hibrida pada umumnya. Sayangnya, baik produksi dan konsumsi jagung Madura mulai menurun.
Demi mendukung program diversifikasi pangan di Madura. Harus ada upaya untuk meningkatkan porduktifitas jagung Madura. Serta upaya untuk mempopulerkan nasi jagung kembali. Baik oleh pemerintah, pihak akademisi, petani, dan individu.
Selain jagung, upaya mengkonsumsi bahan pangan pokok yang lain juga perlu dilakukan. Seperti mengganti nasi dengan singkong atau ubi jalar. Sebab, diversifikasi pangan adalah kunci ketahanan pangan.
Sumber Referensi
Swasembada beras: historia.id/ekonomi/articles/dari-swasembada-beras-ke-swasembada-pangan-P74KE/page/1
Jagung Madura: balitsereal.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2016/12/12.pdf
Tabel kandungan gizi:
pangannusantara.bkp.pertanian.go.id/?show=page&act=view&id=16&title=Informasi%20Gizi
food.detik.com/info-kuliner/d-5207962/9-makanan-pokok-orang-indonesia-beserta-kandungan-gizinya
hellosehat.com/nutrisi/berat-badan-turun/kentang-dan-nasi-putih-mana-yang-cocok/
[…] Kalau ngeblognya sendiri saya sudah mulai sejak tahun 2019 silam. Makanya, di awal-awal, blog ini (kopijagung.com) isinya random banget. Tapi karena sekarang saya serius mau jadi petani bloger. Perlahan konten artikelnya mengarah ke seputar dunia pertanian. […]